06 December, 2007

Energi Angin untuk Menyelamatkan Lingkungan

-=Sudah dilakukan penelitian potensi angin di 120 lokasi.=-

Energi angin sebagai energi terbarukan diyakini bisa menggantikan bahan bakar fosil. Dengan energi angin, diprediksi dapat meningkatkan kualitas udara, mengurangi emisi gas-gas rumah kaca yang menimbulkan pemanasan global, dan dampak lingkungan lainnya.
Meski secara umum potensi angin di Indonesia relatif rendah, di beberapa wilayah terdapat lokasi yang cukup potensial untuk dimanfaatkan. Ini merupakan hasil evaluasi data potensi angin di lebih dari 120 lokasi pengukuran. Terdapat beberapa lokasi potensial yang dapat dimanfaatkan melalui penerapan teknologi Sistem Konversi Energi Angin (SKEA) untuk berbagai keperluan pembangkit listrik dan pemompaan air.
Lokasi-lokasi potensial yang telah teridentifikasi sebagian besar berada di wilayah Nusa Tenggara Timur, Nusa Tenggara Barat, Sulawesi Selatan, Sulawesi Utara, Maluku Tenggara dan Barat, serta pantai selatan Jawa. Di lokasi tersebut, kecepatan angin rata-rata tahunan lebih dari 4,5 meter per detik.

Energi angin bisa dijadikan sebagai energi alternatif pengganti energi bahan bakar fosil. Selain masalah ketersediaan yang semakin menipis, penggunaan energi bahan bakar fosil, seperti minyak bumi, memberi dampak lingkungan yang tidak baik. Pembakaran energi fosil akan membebaskan gas karbondioksida (CO2) yang merugikan ke atmosfer. Pembebasan gas ini mengubah komposisi kimia lapisan udara dan mengakibatkan sebagian sinar matahari terperangkap dan terbentuknya efek rumah kaca yang memberikan kontribusi signifikan pada kenaikan suhu global.

''Pemanfaatan energi angin sebagai energi terbarukan menggantikan bahan bakar fosil dapat meningkatkan kualitas udara, mengurangi emisi gas-gas rumah kaca, dan dampak lingkungan lainnya, seperti hujan asam dan lain-lain,'' ujar peneliti dari Pusat Teknologi Dirgantara Terapan Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN), Soeripno MS, dalam Kongres Ilmu Pengetahuan Nasional IX, pekan lalu.

Soeripno memisalkan, sebuah unit turbin angin 10 kW biasanya dapat menghasilkan energi listrik kurang lebih 27 ribu kWh per tahun. Berdasarkan rata-rata energi di Amerika Serikat, untuk setiap kWh terbangkitkan akan menimbulkan emisi 670 gram C02, 3,74 gram SO2, dan 1,78 gram Nox. ''Hal ini berarti bahwa sebuah unit turbin angin 10 kW dapat mencegah emisi 27 ribu kWh x 0,7 kg Co2/kWh atau sama dengan 18.700 Kgs C02 atau 18 ton Co2 per tahun,'' jelasnya.

Lebih jauh Soeripno menyatakan, penguasaan teknologi dan kemampuan lokal dalam rancang bangun SKEA telah menghasilkan berbagai prototipe SKEA skala kecil sampai dengan 10 kW dengan komponen lokal lebih dari 90 persen. Ini telah diuji coba di beberapa lokasi terpilih untuk pembangkit listrik maupun pemompaan air. ''Di antara lokasi pemanfaatan SKEA adalah desa Bancamara Giliyang Sumenep, Selayar Lombok Timur, dan Sambas Bantul,'' cetus Soeripno.

Menurut Soeripno, pengembangan teknologi SKEA, sampai tahun 2006 telah dihasilkan beberapa prototipe. Pertama, SEKEA listrik (turbin angin) daya output 80 W, 250 W, 100 W, 2500 W, 3500 W, 5 kW, dan 10 kW. Kedua, SKEA mekanik (kincir angin) sudut majamuk empat daun sampai 18 daun dari berbagai kapasitas dan tinggi pemompaan.
Lebih jauh Soeripno menyatakan, ujicoba SKEA dilakukan dengan pemanfaatan langsung di beberapa daerah oleh LAPAN dan instansi terkait baik secara sendiri-sendiri maupun bekerja sama dengan pemerintah daerah. Dengan berbagai kapasitas dari 1kW hingga 10 kW dengan total daya mencapai 0,6 MW. ''Skala yang lebih besar telah dan sedang dipasang dengan kapasitas perkembangan yang lambat, ini diakibatkan pemanfaatan SKEA dilakukan masih dalam skala kecil,'' jelasnya.

Soeripno menambahkan, ada tiga pendekatan yang sejauh ini dilakukan dalam desain rancang bangun teknologi SKEA. Antara lain, mencontoh sebagian komponen SKEA yang sudah diproduksi di luar negeri dengan menyesuaikan kemampuan dan fasilitas serta sumber daya nasional. Lalu, memodifikasi komponen SKEA dengan mengubah beberapa parameter utama disesuaikan dengan kondisi potensi angin Indonesia. ''Atau, merancang secara keseluruhan berdasarkan data angin setempat,'' tegasnya.

Dari pemanfaatan yang telah dilakukan dengan tersedianya listrik, kata Soeripno, membawa dampak positif terhadap masyarakat di wilayah tersebut. Dalam beberapa kasus, lanjut dia, adanya kesempatan untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat melalui peningkatan sarana pendidikan, tumbuhnya industri kecil, sarana informasi dan komunikasi.

Dengan tersedianya listrik, kata Soeripto, memberi kesempatan untuk belajar di malam hari dibanding menggunakan lampu minyak. Industri rumah tangga juga dapat tumbuh dengan adanya listrik dan penyediaan air bersih dengan memanfaatkan pompa air dari SKEA. ''Dengan memanfaatkan SKEA penggunaan bahan bakar diesel dan minyak tanah dapat dikurangi, yang berarti penghematan penggunaan bahan bakar dan sekaligus mengurangi polusi udara,'' jaminnya.

Keuntungan lain atas penggunaan SKEA, kata Soeripto, adalah reduksi polusi CO2 sebesar emisi faktor 0,95 kg CO2/kWh dari kerosene dan bila dikaitkan dengan skema Kyoto Protocol--Clean Development Mechanism (CDM). Proyek ini juga akan mendapatkan sertifikat kredit CO2. Hal yang mungkin mengganggu lingkungan, lanjut dia, adalah kebisingan dan kehidupan burung di lokasi akan terganggu. ''Namun, untuk skala yang kecil menengah hal ini tidak menjadi masalah besar,'' tegasnya. n eye

Ikhtisar:
- Energi angin bisa dijadikan sebagai energi alternatif pengganti energi bahan bakar fosil.
( )
Disadur dari : http://www.republika.co.id/koran_detail.asp?id=315183&kat_id=13&kat_id1=&kat_id2=

No comments: